Pendidikan Bagi Masyarakat Papua

Selpianus Adii/Foto by: facebook
Melihat pandangannya tentang pendidikan Papua pada masa sekarang sangat minim sekali. Pertanyaan yang muncul dalam benak saya adalah kapan pendidikan papua hak untuk memiliki para rakyat Papua ? Tentu saja pertanyaan yang paling asing untuk memprtanyakan bagi para pemimpin. Memang jelas bahwa pendidikan Papua saat ini paling kacau dalam artian kurangnya para pendidikan guru, dan juga mahasiswa memiliki ke-sarjanaan pun juga tak membuka lapangan usaha atau keahlian yang dimilikinya, sehingga dari situlah membina masyarakat dan mengajar atau menyerapkan apa yang dimiliki dari sewaktu dunia perkuliahan.

KADER : TULANG PUNGGUNG REVOLUSI


Che Guevara (September 1962)*
Tak perlu lagi untuk meragukan watak khas  revolusi kita,tentang hal-ikhwalnya, dengan semangat spontanitasnya, yakni transisi yang berlangsung dari revolusi pembebasan nasional menuju revolusi sosialisme. Dan tak perlu pula meragukan peningkatan pesat dari tahap-tahap perkembangannya, yang dipimpin oleh orang-orang yang sama yang ikut serta dalam peristiwa heroik penyerangan garnisun Moncada, berlanjut melalui pendaratan 
Granma, dan memuncak pada deklarasi watak sosialis dari revolusi Kuba. Para simpatisan baru, kader-kader, dan organisasi-organisasi membentuk sebuah strukfur organisasional yang pada awal gerakan masih lemah, sampai kemudian berubah menjadi luapan rakyat yang akhirnya mencirikan revolusi kita.
Ketika kemudian menjadi nyata bahwa suatu kelas sosial baru secara tegas mengambil alih kepemimpinan di Kuba, kita juga menyaksikan keterbatasan yang besar dalam menggunakan kekuasaan negara karena adanya kondisi-kondisi yang kita temukan di dalam tubuh negara. Tidak ada kader untuk melaksanakan sejumlah besar pekerjaan yang harus diisi dalam aparat negara, dalam organisasi-oganisasi politik, dan seluruh front ekonomi.

Kepentingan Amerika, Indonesia, Belanda dan PBB Kronis Pelanggaran HAM di Papua


*Oleh:Turius w





Papua masih merupakan wilayah rawan konflik yang belum dapat didamaikan atau paling tidak belum ditemukan jalan terbaik penyelesaian masalahnya. Masalah Papua bukan sekedar masalah politik melulu tetapi sudah merupakan konflik multi dimensional yang merasuk segala aspek kehidupan social rakyat. Sebuah konflik multi dimensional yang harus diurai dan dicari jalan penyelesaiannya dengan adil.


Jika mulai bicara soal Papua pastilah terpampang disana masalah pelanggaran HAM yang kronis, kemiskinan structural yang melilit kehidupan hampir 40 persen penduduk (peringkat pertama di Indonesia), pengembangan sumber daya manusia yang stagnan, operasi dan represi militer yang tiada henti, praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan yang korup disertai malpraktek manajemen negara atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan bagi Papua — episode pertarungan Ostsus Papua versus Propinsi IJB dapat menjadi contoh dalam hal ini –, pembalakkan liar, perusakan lingkungan yang parah hingga pencurian sumber-sumber daya ekonomi rakyat yang tiada henti adalah merupakan beberapa aspek konflik multi dimensional Papua yang dapat dilihat jika hendak mencermati masalah Papua secara tuntas.

Mereka Mengambil Anak-anak Kami

Dikerangkeng … Anak-anak laki-laki Papua di Pesantren Daarur Rasul, di luar Jakarta, di belakang pintu-pintu yang dikunci.  Foto: Michael Bachelard
Dikerangkeng … Anak-anak laki-laki Papua di Pesantren Daarur Rasul, di luar Jakarta, di belakang pintu-pintu yang dikunci. Foto: Michael Bachelard
Oleh : Michael Bachelard*
Anak-anak Papua sementara dibawa dari Papua ke sekolah-sekolah Islam di Jawa untuk “dididik kembali”, tulis Michael Bachelard.
Johanes Lokobal duduk di atas rumput yang menjadi alas dari lantai kayu rumah kecilnya yang hanya terdiri atas satu ruangan. Dia menghangatkan tangannya pada perapian yang terletak di tengah ruangan. Sementara itu dari waktu ke waktu seekor babi, tidak tampak karena berada di ruangan sebelah, menjerit dan membentur-benturkan tubuhnya dengan keras ke dinding rumah.
Kampung Megapura yang terletak di tengah pegunungan di provinsi paling timur Indonesia yaitu papua barat merupakan kampung yang sangat terpencil sehingga penyedian barang-barang hanya dapat dilakukan melalui perjalanan udara atau dengan berjalan kaki. Johanes Lokobal telah tinggal di sana sepanjang hidupnya. Dia tidak tahu dengan tepat berapa usianya, “Tua saja” katanya dengan suara parau. Ia juga miskin. “Saya bekerja di kebun.

Dimarginalkan di Tanah Sendiri

KemiskinanOleh : Martyr Papua*
Salah satu dampak dari Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia adalah orang-orang Papua menjadi asing bahkan termarginalkan di atas tanahnya sendiri – atau setidak-tidaknya proses marginalisasi itu sementara berlangsung.
Siapa pun, dengan hati nurani yang jernih dan kesediaan untuk patuh pada objektivitas, pasti akan membenarkan anggapan ini.
Tetapi bagaimana kita bisa memberikan bukti yang akurat dan tidak terbantahkan bahwa proses itu benar-benar sementara berlangsung?
Atau, yang mungkin lebih penting, bukti apa yang bisa, bahkan yang harus, diterima oleh semua pihak, termasuk oleh pemerintah Republik Indonesia dan pendukung-pendukungnya di tingkat internasional, bahwa proses orang-orang asli Papua menjadi terasing di atas tanahnya sendiri benar-benar sementara berlangsung?