Oleh: Victor F. Yeimo*
Soal Papua, SBY Pintar Beretorika
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin vokal bicara isu West Papua di awal tahun 2012 ini. Hal itu tentu karena sebagai pemimpin negara, SBY memperhitungkan gerakan rakyat West Papua yang semakin bergelora untuk berdaulat sendiri, dan gencarnya dukungan international baik dari LSM-LSM, Jurnalis maupun beberapa kongresman atau parlemen di berbagai negara yang terus menerus mempertentangkan kondisi pelanggaran HAM dan konflik politik di West Papua.
Belum lagi, dalam kepentingan nasional Indonesia, SBY didesak berbagai kalangan, terutama lawan-lawan politik partai di DPR dan berbagai kelompok ormas, akademisi dan pakar-pakar politik nasional dengan dukungan media-media mainsteem agar meredam ancaman disintegrasi West Papua melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan.
SBY
selalu pandai dalam menyelamatkan citranya. Dalam menghadapi kritik
internasional, SBY seakan-akan tampil sebagai pendekar HAM dan
Demokrasi. Ia mengkonversi keinginan rakyat West Papua dari tuntutan
merdeka menjadi -seakan-akan- tuntutan kesejahteraan. Setelah itu, SBY
berharap internasional puas dengan sekedar beretorika tentang kebijakan
Indonesia di West Papua melalui Otonomi Khusus (Otsus) dan Unit
Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). SBY harus berbohong
bahwa pemerintahannya tidak sedang melakukan pendekatan militer yang
melanggar HAM.
Dalam
pertemuan ASEAN Summit lalu di Bali, menjawab pertanyaan soal West
Papua dari beberapa pemimpin negara-negara yang hadir, SBY menampik
pelanggaran HAM yang sedang terjadi di West Papua dan menyatakan tegas
bahwa Indonesia sedang menggunakan pendekatan kesejahteraan.
Menghadapi
berbagai kritikan di Indonesia soal West Papua, SBY justru berbeda. SBY
tidak mungkin menghindar dari slogan suci “NKRI Harga Mati”. Bagi SBY
kedaulatan NKRI lebih mulia dari kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam peresmian kerjasama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan Airbus
Military Industry di hanggar PT DI, Bandung, Rabu (26/10/2011), SBY
mengatakan, “Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa bangsa Indonesia
cinta damai tetapi lebih cinta kedaulatan dan keutuhan wilayah
negaranya“. SBY juga menganggarkan 156 triliun bagi pengadaan Alustista
TNI dari tahun 2012 hingga 2014. Tentu tidak lain, dan tidak bukan
merupakan sinyal bahwa gerakan pembebasan di West Papua akan dibasmi,
dan merupakan kesiapan Indonesia bila kemudian intervensi internasional
terjadi bagi West Papua.
SBY “Satpam” AS di Asia Pasifik
Secara
geopolitik Indonesia sebagai ketua ASEAN dipandang sebagai pintu bagi
perebutan kawasan asia pasific oleh kepentingan ekonomi Internasional.
Amerika Serikat (AS) mau tidak mau harus mendominasi ekonominya dari
China di kawasan Asia Pasific.
Karenanya
AS merasa Indonesia tepat untuk menjadi saptam (penjaga pintu) kawasan
Asia Pasific bagi kepentingannya. Sebaliknya, Indonesia merasa AS
penting. Bukan saja karena ekonomi Indonesia masih harus tergantung dari
negara-negara imperialis seperti AS, tetapi juga karena Indonesia
merasa AS penting dalam mengamankan kedaulatan Indonesia.
Kepentingan
itu direalisasi AS dan Indonesia dengan mendorong modernisasi dan
reformasih militer Indonesia. Kedua negara mengatur skenarionya
masing-masing agar terjadi saling ketergantungan yang kuat. AS menaikan
isu dukungan kepada West Papua melalui tingkat kongresmen agar
Indonesia merasa memiliki kepentingan membangun kerja sama dengan AS
karena Indonesia takut AS intervensi soal West Papua. Disatu sisi,
Indonesia memainkan peran pentingnya bagi AS di kawasan Asia Pasifik
dengan melakukan transaksi isu terorisme, separatisme dan reformasih
militer Indonesia, sehingga membuat dunia internasional untuk tidak
segan-segan melakukan kerja sama pertahanan militer dan investasi asing.
Apalagi menjual doktrin “a milion friends, zero enemies” dalam
kebijakan internasional Pemerintahan SBY, menjadikan Indonesia
sefleksibel mungkin bagi kerja sama negara-negara manapun.
Pemerintahan
SBY sebagai satpam AS di kawasan Asia Pasifik, dan AS yang bernafsu
kuasai wilayah Pasifik melihat West Papua sebagai pintu utama bagi
kepentingan ekonomi politik di kawasan pasifik. Oleh karena itu, selain
AS membantu modernisasi militer Indonesia, 2500 tentara AS ditempatkan
di Darwin agar mengontrol pertahanan Indonesia bila kemudian kebijakan
pertahanan militer Indonesia tidak mampu menjaga kepentingan AS di
Wilayah Pasifik. Banyak kalangan Indonesia curiga atas kebijakan AS
menempatkan ribuan militernya di Darwin, namun SBY tenang-tenang saja,
dan justru Australia dan AS menutupi intrik itu dengan membantu 24 unit
pesawat F-16 dari AS dan 4 Hercules Australia milik AS untuk Indonesia.
Pada Kamis 17 November 2011, Obama mengatakan, “Amerika adalah kekuatan
Asia Pasifik, dan kami di sini untuk tinggal”.
Komitmen
ini dikatakan Obama sehari setelah Amerika-Australia sepakat untuk
menempatkan pasukan 2.500 marinir AS di pangkalan militer Darwin.
Siasat SBY dan Kapitalisme di West Papua
Sejarah
orang West Papua dilumuri dengan konkalikong kepentingan kerja sama
ekonomi politik Indonesia-AS. Sampai saat ini politik dua muka oleh AS
dan Indonesia membayang-bayangi perjuangan bangsa West Papua untuk bebas
dari kungkungan neoliberalisme dan kolonialisme. Pemerintahan
negara-negara imperialis merasa Indonesia penting dalam pengamanan modal
asing
di West Papua. Karenanya, negara-negara ikut mendukung modernisasi
militer dalam mengamankan investasi mereka di kawasan Pasifik, terutama
wilayah West Papua sebagai basis investasi. Gerakan pembebasan
orang-orang West Papua dianggap musuh kepentingan global yang harus
ditumpas.
Triliunan
uang yang dikemas dengan nama “Otsus dan UP4B” dianggap mampu meredam
aspirasi Papua Merdeka dan menangkis pandangan buruk internasional.
Adalah suatu siasat SBY. SBY tahu bahwa tata kelola pemerintahan
kolonial di West Papua sangat ambur adul dengan malpraktek
penyelenggaran pemerintahan yang buruk itu, serta gelora rakyat West
Papua untuk merdeka, yang tidak mungkin lagi dibendung. Karenanya, SBY
tahu triliunan uang yang digelontorkan adalah investasi. Sebab, uang
tersebut akan disedot kembali oleh dominasi ekonomi Indonesia, dan
rakyat West Papua hanya menjadi konsumen aktiv. Makanya, demi West Papua
berapapun uangnya SBY tak tanggung-tanggung gelontorkan, sekalipun di
Jakarta ribuan pengemis dan gelandangan masih mengais sampah di
jalan-jalan.
Diatas
kekayaannya, dalam penjajahan Indonesia, Orang-orang West Papua
seakan-akan tak berdaya dalam segala segi. Itulah siasat penjajah, bahwa
dengan proses pemiskinan struktural, rakyat dalam kondisinya merasa
membutuhkan penguasa kolonial yang punya uang, dengan demikian saling
ketergantungan dapat terjadi. Selanjutnya, kesejahteraan seakan-akan
menjadi topik permasalahan penting, dan gerakan politik rakyat untuk
berdaulat lalu dianggap mengganggu pembangunan dan kesejahteraan.
Lagi,
penyelesaian atas tuntutan Papua Merdeka direduksi dalam dialog
kebangsaan yang membahas topik kesejahteraan. Siasat yang lain, SBY
melalui Badan Intelijen Nasional (BIN) terus menerus mengatur kekacauan
politik di West Papua. Lihat saja bagaimana SBY sengaja mengacaukan
kebijakan UP4B dengan Otsus. Inkonsistensi itu dibenturkan lagi dengan
konflik Pilkada yang menewaskan puluhan korban di Ilaga, Puncak, West
Papua. TNI/POLRI yang mengaku sebagai aparat keamanan hanya mampu
memberantas “separatis”, sedang konflik PILKADA dan konflik lain diluar
label separatisme bukan hanya dibiarkan, tetapi justru dipelihara.
Adalah -sekali lagi- suatu skenario dalam upaya membentuk pola
penyelesaian baru melalui dialog diluar konflik politik perjuangan Papua
Merdeka.
SBY
boleh menampik kritikan bahwa kebijakannya hanya “lips service” belaka.
Tetapi itulah kenyataannya bahwa SBY pandai membual untuk sekedar
pencitraan dirinya sebagai agen kapitalisme global yang mampu
mengamankan kepentingan ivestasi global dan pendudukan kolonialismenya
di West Papua.
Seruan Perjuangan Bagi West Papua
Kita sedang menghadapi musuh
global yang memiliki alat dan jaringan moderen, yang bergerak maju
setiap saat atas nama “kepentingan”. Gerakan perlawanan pembebasan
nasional Papua Barat diperhadapkan dengan skenario dalam bentuk yang
paling sulit kita bedah. Lawan kita semakin melebarkan sayap serang dan
pendudukannya. Bagi kita, memang itu bukan pertanda buruk bagi
perlawanan. Karena perlawanan ini tidak akan berhenti atau dihentikan
selama masih ada anak negeri yang mendiami bumi cenderawasih yang indah
dan permai.
Kami menyampaikan kepada rakyat
West Papua bahwa musuh yang berakar serat dalam internal orang West
Papua patut menjadi perhitungan gerakan pembebasan nasional West Papua.
Penghianatan perjuangan oleh anak bangsa harus dipandang sebagai suatu
dampak, juga sebagai korban skenario para penjajah untuk tetap
menancapkan kuku penjajahan diatas bumi West Papua. Kita harus menyadari
bahwa penjajahan dalam bentuk dan rupa yang baik bagaimanapun tetaplah
penjajah yang bertujuan hanya satu: Menghabisi orang West Papua dan
menguasai tanah kita.
Saatnya, Pemuda dan Mahasiswa
berdiri di barisan polopor perjuangan. Mengenyam pengetahuan tidak hanya
sekedar membuat cerdas otak, tetapi pengetahuan harus dimatrialkan
dalam kerja-kerja perjuangan pembebasan bagi bangsa Papua. Kita harus
pandai melihat siasat para penindas dan merubah pola pikir serta
menempatkan diri dalam barisan perjuangan pembebasan nasional West
Papua. Penjajah pasti kalah. Dan kita pasti menang!
“kita harus mengakhiri”
—————————
*) Penulis adalah Juru Bicara Internasional KNPB
Sumber:http://qmerdeka.blogspot.com/2012/01/analisa-siasat-penjajah-imperialisme-di.html
Sumber:http://qmerdeka.blogspot.com/2012/01/analisa-siasat-penjajah-imperialisme-di.html
0 komentar on Analisa Siasat Penjajah & Imperialisme di West Papua :
Posting Komentar