Derai air mata tiap pagi. Terkikis
begitu dalam sanubari, kembali seperti hari-hari
kemarin. Mencoba melawan hasrat rindu yang membara. Mentari pagi yang
indah disana bersama hari ini, ku ingin menghiasi sesukaku, apa dayaku
memperoleh semua itu. Dunia membatasinya, memberiku seribu satu syarat,
yang tak mampu aku gapai.
Mecinta, engkau duniaku, engkau adalah alasan dibalik semua derita di
jalan-jalan ini. Hari-hari tiada pernah bersama. Ku ingin menggendongmu
seperti mereka. Ku ingin memanjakanmu seperti mereka. Ku ingin memelukmu
seperti mereka. Tapi kenapa dunia ini terlalu jahat buat diriku. Kenapa
semua tiada memihak. Bila penjajah membatasiku, itu hal biasa, dan
itulah jalur yang ayahmu hadapi. Tetapi bila cinta dibatasi oleh cinta,
apakah itu wajar. Bukankah itu lebih tajam dan menyakitkan dari peluruh
penjajah.
Mecinta sayangku, jemariku tak sanggup merangkai kata. Air mata ini, sakit ini, terlalu menyiksa. Ku ingin melawan semua untuk tetap tegar berdiri melawan para penjajah yang tak henti menindas kita, tetapi semakin hari dunia ini membatasi ayahmu. Dunia ini terlalu jahat, terlalu menyiksa, membuat aku terlelap sepi dalam derita yang tiada berujung.
Sakit terlau sakit kurasa. Bahagia hari-hari tiada pernah ada. Tiada pernah kurasa. Ayahmu membuang segalanya demi derita negeri kita. Agar hari esok engkau tiada pernah menderita dibawa penguasa ini.
Ku harap engkau merasakan cinta dari ibumu. Ku harap dia akan selalu menjadi yang terbaik bagimu. Ku harap mereka lebih pantas memiliki engkau. Ku harap mereka, sang pemilik dunia, dapat memiliki engkau dan selalu membuat engkau tertawa.....
Disini, dijalur-jalur ini, ku akan selalu menanti dan mengemis cinta dalam derita......
Camp Wolker, 15/1/2013, 08.12 A.M
0 komentar on Mengemis Cinta Dalam Derita :
Posting Komentar